Berpihak ???

Sebelum lebih jauh membaca apa yang saya tuliskan… Mari kita samakan dulu persepsi mengenai kata berpihak.

ber.pi.hak
[v] mengikut (memilih) salah satu pihak: saya tidak akan ~ kpd siapa pun, tidak berat sebelah

Tulisan diatas adalah arti kata berpihak bersumber dari sebuah situs di internet. Karena ketidakmampuan saya mengecek arti kata berpihak pada hardcopy kamus besar Bahasa Indonesia, maka ijinkan saya mendifinisikan berpihak sebagai sebuah sikap untuk memilih salah satu pihak.

Terkait hal itu…
Ijinkan saya untuk menuliskan sebuah kisah penuh hikmah dari seekor semut yang diyakini terjadi di kala Nabi Ibrahim as. mendapatkan ujian dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud yang zalim…
Tatkala tubuh Nabi Ibrahim as. yg mulia dilempar ke kobaran api yg disiapkan oleh Namrud ibn Kan’an, seorang Raja yg pertama kali mengaku bahwa dirinya Tuhan dari Babil (dikenal juga dengan Babilonia, sebuah kerajaan besar di kurun 2275-1943 SM di selatan Mesopotamia, sekarang Irak), dikisahkan ada dua ekor binatang yg turut ‘berpihak dan berkontribusi’ baik terhadap Nabi Ibrahim as atau kepada Namrud. Kedua binatang tersebut adalah semut dan cicak.
Semut tersebut berlari-lari dengan susah payah berusaha dengan susah payah memadamkan api yg membakar Nabi Ibrahim as dengan membawa butiran air di mulutnya.
Semua heran dan bertanya, “Wahai semut untuk apa kamu bawa butiran air kecil itu, tidak akan ada gunanya dibanding dengan api Namrud yg akan membakar Nabi Ibrahim?” Semut itu menjawab, “Memang air ini tidak akan bisa memadamkan api itu, tapi paling tidak semua akan melihat bahwa aku dipihak yg mana”. Di sisi lain, cicak ikut meniup api yg dibuat oleh Namrud agar semakin membesar. Memang tiupan cicak tidak seberapa dan tidak akan membesarkan kobaran api itu, tapi dengan apa yg dilakukannya semua tahu cicak ada di pihak yg mana”.
Akibat keberpihakannya ini, cicak dianjurkan untuk dibunuh. “Dari Sa’ad ibn Abi Waqqash bahwasannya Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk membunuh cicak. Dan beliau menamakannya (cicak ini) hewan kecil yang fasik” (HR. Muslim) “Dahulu ia meniup api yang membakar Nabi Ibrahim as.” (HR. Bukhari dari Ummu Syarik)
*Maraji’ : Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir)
Saat ini, Indonesia sedang diguncang prahara dahsyat terkait dengan isu sara. Tak lain dan tak bukan karena ucapan seorang yang dianggap menghina kitab suci Al Qur’an. Tak pelak, kasus ini pun menggelinding dan membesar. Awalnya, kasus ini dianggap hanya sebatas konflik politik menjelang kontestasi pemilihan gubernur. Tapi, karena menyangkut Al Qur’an, dugaan penistaan agama tak bisa dianggap persoalan ibukota saja.
Bicara Al Qur’an tak boleh sembarangan. Ada aturan/adab/tata cara/prosesi yang mengiringi ketika membicarakannya. Terlebih membicarakan isi Surat Al Ma’idah di lokasi publik dalam kapasitas sebagai kepala daerah. Qadarullah, atas takdir Allah, kasus ini mencuat ke permukaan. Sehingga memunculkan gerakan untuk menyeret pelaku yang “diduga” menistakan Al Qur’an kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini Kepolisian Republik Indonesia.
Tapi… sudah menjadi rahasia umum, ada banyak “kekuatan” baik yang nampak maupun yang tak terlihat di balik kasus kasus besar, utamanya yang melibatkan pejabat negara. Dalam kapasitas seorang awam yang tak paham politik, saya “menduga” ini mungkin rekayasa demi “citra”.
Tapi tidak demikian halnya dengan HATI saya sebagai seorang MUSLIM. Al Qur’an adalah wahyu Allah SWT.
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya”. [QS. an-Nisa’: 82]
Al Qur’an itu kitab suci, dan sebagai seorang muslim menjadi kenikmatan tersendiri ketika mengaji dan mengkajinya bersama kyai, guru, ustadz, sahabat, rekan hingga membaca aneka buku dan kitab yang terkait dengannya. Saya yang muslim saja, tak akan berani mengekspose dan mempublikasikan isi Al Qur’an sesuai dengan penafsiran pribadi. Akan besar dampaknya jika penafsiran itu keliru bahkan bisa terkena sangsi sebagai penista agama.
Jika yang muslim saja harus berhati hati ketika membicarakan isi Al Qur’an, dimanakah anda akan berpihak saat ini ?
Saya tidak berhak menilai… Keberpihakan anda benar atau salah…
Tapi…
menurut saya… anda harus berani bersikap…
Pilih jadi semut… atau cicak…
Kedua binatang ini memang tak akan mampu memadamkan kobaran api…
Tapi KEBERPIHAKAN telah tertulis dalam Al Qur’an…
113. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. [QS. Huud : 113]
Sejatinya semua perbuatan PASTI akan dimintai pertanggungjawaban… jika anda percaya DATANGNYA HARI AKHIR…
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Rabbmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya. Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikansekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatansekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al Zalzalah: 1-8)
Kalo anda percaya, sekecil apapun perbuatan akan mendapat BALASAN… sudah seharusnya kita bersikap…
Ada di pihak dia… atau ikut berjuang dan berdo’a bersama dalam sebuah barisan…
Wallahu ‘alam bi shawab…
aksi-damai-bela-al-quran
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan bergesar kaki seorang manusia dari sisi Allah, pada hari kiamat (nanti), sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang lima (perkara): tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakan, serta bagaimana di mengamalkan ilmunya”[HR. Tirmidzi].

Referensi: